Tuesday, June 21, 2011

- - - - - BERBISNIS DENGAN KEKUATAN SAPU LIDI - - - - -
  

Udang di Balik Batu:
Kita, sebagai makhluk sosial selalu memiliki komunitas yang dipersatukan oleh kesamaan. Entah itu kesamaan daerah, profesionalisme, almamater, hobi atau banyak hal lainnya. Jika  komunitas itu terorganisir dengan baik maka banyak hal yang bisa dilakukan untuk lebih bermanfaat.
Untuk orang per orang dalam komunitas itu, ada penghasilan yang diciptakan dari kerja mereka dan ada pula pengalaman serta pemikiran-pemikiran yang ke depannya dapat dirangkai menjadi besar.
Kondisi inilah yang sebenarnya merupakan peluang dan momentum untuk berpijak di sebuah step stone. Kita siap melompat darinya, karena....
.... Orang-orang dalam komunitas multikompleks dengan berbagai keahlian dan profesionalisme yang dimiliki ...
....  Masing-masing terdidik dengan bermacam pengalaman ...
....  Mereka kuat dengan ikatan emosional yang telah terbangun ...
....  dan mereka saling percaya karena mereka mengenal mereka ...
....  maka sudah waktunya untuk melompat lebih jauh ...
....  untuk sesuatu yang lebih bermakna ...

Dengan peduli untuk mewujudkan peluang dan momentum itu, berarti kita akan memperbesar kapasitas kita untuk lebih bermanfaat. Semua itu butuh waktu, pikiran, tenaga dan biaya. Namun critical need-nya sekarang adalah sebuah soliditas wadah yang memiliki visi yang sama. Untuk itu wacana dan inisiasi ini dibangun, dari kita untuk kita.

Niat Ingsun:
Julon Tingdi...maju alon-alon sing penting dadi.... Artinya tidak ada alasan terlambat untuk menggapai impian, karena yang paling penting adalah mewujudkannya. Slogan ini yang mendasarinya ...
Mulai sekarang, kita di komunitas apapun dapat bersama menyatukan hati dan merapatkan barisan guna merintis jalan menuju Peran yang Lebih Bermakna ... membangun visi kemana arah kita dan komunitas kita ke depannya...


Bahan Pencerahan:

Kekuatan Sapu Lidi:
Dari bisnis salah satunya kita dapat berkiprah. Sangat memungkinkan dengan gabungan kapabilitas masing-masing orang dalam satu komunitas...insyaAllah....
Lantas dari mana modal awal untuk bisnisnya? Bukankah untuk memulai bisnis butuh modal? Inilah yang saya sebut dengan “Kekuatan Sapu Lidi”. Sebagian besar kita sekarang pasti sudah terjerat dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan berumah tangga, pastinya tidak sedikit dong! Boro-boro buat investasi, rumah saja masih KPR, belum lagi cicilan mobil. Pusing...
Di sini peran dan kekuatan komunitas. Dihitung orang-perorang memang kecil kekuatan investasi kita. Tapi bagaimana kalau digabungkan? Bisa kita hitung. Satu komunitas ada 60-an orang, jika saja masing-masing menyisihkan Rp 2 juta untuk investasi maka total sudah ada modal awal Rp. 120 juta. Dengan modal sebesar itu, sudah banyak bisnis mikro dengan profit margin bagus yang dapat dilaksanakan. Bisnis apa itu? Perlu rembug internal antar anggota komunitas ....

Berbisnis dan Beramal:
Komunitas kita yang Lebih Bermakna.... akan lebih bermakna jika orang lain ikut merasakannya. Sebagai sebuah komunitas, kita mampu membentuk sebuah wadah untuk kepentingan sosial, seperti bantuan kepada korban bencana alam, beasiswa pendidikan, dll. Bahkan jangka panjangnya anak cucu kita pun dapat kita danai pendidikannya.
Dari mana dana untuk membiayai misi sosial ini? Belum lagi untuk biaya operasionalnya? Begini jawabannya. Mengingat dibutuhkannya dana untuk bergulirnya misi sosial ini, maka dibutuhkan kontinuitas pendanaan. Dari mana sumbernya? Lagi-lagi sumber pendanaan yang paling memungkinkan adalah dari bisnis yang kita ciptakan bersama-sama, karena dari bisnislah pendapatan dapat diupayakan. Tentu saja dengan manajemen yang baik sehingga bisnis dapat dijalankan dengan baik dan berpotensi berkembang.
Dari profit yang dihasilkan, ada sharing buat menjalankan misi sosial, ada sharing untuk laba ditahan (retained earning) guna memperbesar bisnis kedepannya, dan yang pasti ada sharing pula untuk dibagikan ke anggota komunitas sebagai penyandang modal. Komunitas pun akhirnya punya dana abadi yang terus dapat digulirkan untuk berbagai kebutuhan dan kepentingan.
Bisnisnya apa? Nah, inilah yang bisa di rembug antar anggota komunitas. Bisnis yang layak jalan dan disetujui semua anggota seharusnya bisa langsung diinisiasi, dimana untuk memulai dan menjalankan bisnis tersebut tidak harus melibatkan semua anggota, cukup satu atau beberapa orang, asalkan ada mekanisme pertanggungjawaban yang memastikan bahwa kesepakatan sharing dapat terealisasi dengan baik.
Akhirnya, di bawah payung komunitas kita terdapat banyak potensi bisnis yang mengarah ke sebuah Korporasi. Tentu saja butuh waktu yang tidak sebentar, tapi ini adalah utopianya, butuh melangkah dulu untuk mewujudkannya.
Jika semua ini berjalan, artinya kita telah berbisnis dan beramal secara bersama-sama.

Skema yang Dapat Dibangun:
Bisnis yang baik akan menciptakan profit. Bagian profit nantinya dapat digunakan untuk menjalankan misi sosial dan ‘misi tambahan’ kita untuk memenuhi kebutuhan hidup kita masing-masing.
Bagaimana skema peran masing-masing anggota komunitas dalam pendanaan awal bisnisnya? Analoginya seperti kepemilikan saham di perusahaan, dimana Rp 1 juta seperti yang disebutkan di atas adalah seperti selembar saham. Makin banyak saham, makin banyak deviden akhir tahun yang diperoleh oleh penanam modal. Atau skemanya lain? Bisa dirembugkan bersama....

Penutup:
Selamat mencoba... Semoga kedepannya dapat memberikan manfaat yang berarti. Terima kasih...


Monday, June 20, 2011

...KARENAMU AKU SEMPURNA...


Sekian lama aku berkelana menyusuri kesunyian makna cinta dan ketulusan
Sekian lama pula tak tersaksikan sebuah keyakinan akan harapan
Kecuali kegelapan yang sepertinya makin memupuskanku...
Sunyi tanpa suara... gelap tanpa harapan...
...

Lalu kali ini aku lihat aura surga dari wajah cantik seorang hawa
Kemilaumu bagai lentera di gelapku...
Lentera yang lembut terbakar... memecah sunyiku...
Tak lagi tertunduk kepalaku... tapi tertengadah oleh hati yang mulai tersenyum...
...

Berharap inilah pancaran harapan dan cinta terakhirku
Aku datang padamu dengan jiwa yang terbebas...
Dengan kasih sayang dan ketulusan...
Dengan cinta yang mampu membawaku terbang ke istana kemegahan
Dan dengan panji-panji penyerahan diri dan hatiku sepenuhnya untuk bersatu denganmu...
...

Duhai cinta sejati dalam hidupku...
Cintamu menyambutku bagai malaikat yang rela menyulam kembali sayap-sayapku...
Cintamu datang bagai sebuah doa yang terus memohon kelanggengan dan keabadian...
Keberterimaanmu... ketulusanmu... kasih sayangmu... dan utuh cinta yang kau berikan adalah inspirasiku dan simbol ketenangan jiwaku yang terus menumbuhkan kepercayaan dan kedamaian...
Rasa syukurmu atas bersatunya kita adalah rasa syukurku juga yang teramat dalam atas anugerahNYA...
Damai dan syahdu bersamamu terus menumbuhkan kasih sayang... terus tumbuh bak jamur di musim penghujan
Mencintaimu... dicintai olehmu... adalah duniaku yang sempurna, dunia dimana aku ingin tinggal selama sisa hariku....
.....


Wednesday, June 8, 2011

CSR : Turun ke Sawah, Naik Untuk Petani

            Howard R. Bowen pada tahun 1953 mengemukakan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bentuk kepedulian sosial korporasi terhadap masyarakat. Di awalnya dulu CSR lebih banyak dilandasi oleh kegiatan yang bersifat filantropi, tapi saat ini kita CSR menjadi salah satu strategi korporasi untuk meningkatkan citranya yang nantinya turut mempengaruhi kinerja keuangan korporasi.
            Pelaksanaan CSR di Indonesia salah satunya didasarkan pada konstitusi UU 40/2007 mengenai Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 74 dinyatakan bahwa perseroan wajib melaksanakan CSR, bila tidak korporasi akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Korporasi yang wajib melaksanakan CSR adalah yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam, sedangkan yang tidak berkaitan dengan sumber daya alam, CSR dapat dilaksanakan dengan sukararela. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan CSR maksimal 2% di laba bersih. UU Pajak Penghasilan 36/2008 pasal 6 ayat 1 huruf a sekarang memberlakukan beberapa jenis sumbangan sosial sebagai biaya, yaitu:
  1. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
  2. Sumbangan untuk penanggulangan bencana nasional
  3. Sumbangan untuk penelitian dan pengembangan
  4. Biaya pembangunan infrastruktur sosial
  5. Sumbangan fasilitas pendidikan
  6. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga

..... Maka itu dengan mempertimbangkan guna dan manfaatnya, sudah saatnya CSR dapat menciptakan peluang yang mampu menyentuh para petani ......

# PANEN RAYA BUKANLAH BERKAH UNTUK PETANI
            Sepintas panen raya terdengar seperti hal yang menyenangkan dan dianggap sebagai sebuah keberhasilan. Seperti itukah? Lantas buat siapa keberhasilan itu? Jelas bukan untuk petani...!!!!
            Panen raya justru membuat over supply. Keadaan inilah yang menyebabkan anjloknya gabah pada saat panen raya terjadi. Belum lagi bila harga pasar berada di bawah HPP (Harga Pokok Produksi) Petani. Tak dapat dihindari, lagi-lagi petani yang kemudian menderita.
            Pertanyaan yang timbul: kenapa para petani tidak memainkan waktu untuk mengatur kapan mulai tanam sehingga panen dapat dilakukan tidak dengan bersamaan? Ini jawabannya: (1) Sistem Jaringan Irigasi yang membawahi satu daerah persawahan yang luas menyebabkan pengelolaan air irigasi harus secara komunal, tidak flexibel sesuai keinginan satu/sedikit petani; (2) Adanya keyakinan: Jika satu saat hama menyerang, hama akan menyebar merata ke luasan sawah yang ada, tidak pada sawah satu/sedikit petani, sehingga risiko kegagalan panen per petani dapat diminimasi; dan (3) Tradisi kebersamaan yang masih melekat kuat pada masyarakat perdesaan. Hal ini yang menyebabkan waktu tanam dan panen yang harus dilakukan secara bersama.
            Pada saat harga anjlok di bawah HPP petani, siapa yang paling berperan membantu petani? BULOG (Badan Urusan Logistik) akan turun tangan untuk melindungi para petani. Namun tetap saja ada spesifikasi, dimana BULOG tetap akan menolak kualitas gabah yang berwarna kuning, patah (lebih dari proporsi 6/10), menir (di atas proporsi 2/10) dan kadar air yang masih tinggi (lebih dari 14%). Lagi dan lagi banyak petani yang akhirnya susah mencari jalan keluarnya.
            .... Benar-benar bukan berkah buat mereka...dan sawah lama-lama turun daya tawarnya sebagai gantungan dan harapan hidup bagi petani .....


# MASALAH BESAR DAPAT BERMULA DARI PUTUSNYA HUBUNGAN PETANI DAN SAWAH
            Petani butuh sawah untuk dikelola menjadi pendapatan; Pengembangan sawah dalam ranah perencanaan wilayah membutuhkan keterlibatan petani di dalamnya; Desakan investasi untuk pembangunan industri dan perumahan semakin besar dengan lahan sawah sebagai targetnya, mengingat harganya yang lebih terjangkau.
            Indikasi kenyataannya sekarang: Daya desak investasi ternyata lebih unggul dibandingkan upaya mempertahankan sawah yang lebih tidak ekonomis, sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian menjadi semakin besar; Urbanisasi penduduk desa terus terjadi karena sawah yang sudah tidak menjanjikan sebagai gantungan hidup; Area resapan air hujan yang semakin sempit akibat sawah yang semakin terkonversi dan menjadikan level air tanah semakin turun; dan peluang datangnya industri di daerah pertanian tidak dapat ditangkap dengan baik oleh penduduk sekitar sehubungan dengan tidak siapnya SDM dengan keterampilan dan kapabilitas yang dibutuhkan oleh industri.
            Kabupaten Sidoarjo adalah contoh kasus yang dapat disampaikan. Kebutuhan beras penduduk Sidoarjo adalah sebesar 1,2 juta ton per tahun, namun dalam realisasinya kemampuan produksi pertanian Kabupaten Sidoarjo hanya 800 ribu ton per tahun. Artinya, swasembada beras tidak tercapai, padahal Kabupaten Sidoarjo dicanangkan sebagai lumbung padi untuk Kawasan Surabaya Metropolitan Area (SMA). Jelas ini sebuah masalah....
            Masalah lain yang berpotensi muncul antara lain: pengangguran akibat ketidak siapan SDM; seringnya banjir akibat semakin berkurangnya luasan area resapan air hujan. Maka itu....saatnya Creating Something Right....

# CSR : CREATING SOMETHING RIGHT
            Panen raya bisa jadi bukan masalah jika saja petani memiliki lahan untuk penjemuran gabah dan gudang untuk penyimpanan. Harga yang anjlok saat panen raya dapat diatasi dengan memainkan waktu kapan harus menjualnya. Di saat harga mulai naik sampai pada batas harga yang diharapkan, saatnya pula untuk menjualnya. Dengan demikian petani dapat terhindar dari kerugian.
            Kasus salah satu kelompok tani di Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar adalah contoh yang dapat dengan baik melakukan hal ini. Semisal satu hektar sawah mampu menghailkan 7 ton gabah kering, di saat panen raya harga hanya Rp. 4.000/kg, dengan dijemur dan disimpan, setelah 2 bulan harga pasar menjadi Rp. 6.000/kg, lebih mahal karena pasokan gabah yang semakin berkurang di pasar. Artinya, setelah 2 bulan ada tambahan pendapatan penjualan sebesar Rp. (6.000 - 4.000)/kg x 7.000 kg = Rp. 14 juta atau tambahan pendapatan Rp. 7 juta per bulan.
            Permasalahannya, tidak semua petani memiliki lahan yang cukup untuk penjemuran dan gudang untuk penyimpanan, sehingga mau tidak mau mereka harus menjualnya langsung paska panen.
CSR dapat berupa biaya pembangunan infrastruktur sosial seperti yang disebutkan di atas. Saatnya melalui Program CSR, petani dan sawah disentuh dengan menyediakan lahan penjemuran dan gudang penyimpanan tersebut. Manajemen dan kelembagaan untuk pengelolaannya dapat dibentuk dengan memberdayakan kelompok tani setempat.
Harapannya tetap... turunnya CSR ke sawah tidak lain untuk naiknya kesejahteraan petani... sehingga sawah semakin besar daya tawarnya sebagai gantungan dan harapan hidup petani...