CSR : Turun ke Sawah, Naik Untuk Petani

Pelaksanaan CSR di Indonesia salah satunya didasarkan pada konstitusi UU 40/2007 mengenai Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 74 dinyatakan bahwa perseroan wajib melaksanakan CSR, bila tidak korporasi akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Korporasi yang wajib melaksanakan CSR adalah yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam, sedangkan yang tidak berkaitan dengan sumber daya alam, CSR dapat dilaksanakan dengan sukararela. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan CSR maksimal 2% di laba bersih. UU Pajak Penghasilan 36/2008 pasal 6 ayat 1 huruf a sekarang memberlakukan beberapa jenis sumbangan sosial sebagai biaya, yaitu:
- Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
- Sumbangan untuk penanggulangan bencana nasional
- Sumbangan untuk penelitian dan pengembangan
- Biaya pembangunan infrastruktur sosial
- Sumbangan fasilitas pendidikan
- Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
..... Maka itu dengan mempertimbangkan guna dan manfaatnya, sudah saatnya CSR dapat menciptakan peluang yang mampu menyentuh para petani ......
# PANEN RAYA BUKANLAH BERKAH UNTUK PETANI

Panen raya justru membuat over supply. Keadaan inilah yang menyebabkan anjloknya gabah pada saat panen raya terjadi. Belum lagi bila harga pasar berada di bawah HPP (Harga Pokok Produksi) Petani. Tak dapat dihindari, lagi-lagi petani yang kemudian menderita.
Pertanyaan yang timbul: kenapa para petani tidak memainkan waktu untuk mengatur kapan mulai tanam sehingga panen dapat dilakukan tidak dengan bersamaan? Ini jawabannya: (1) Sistem Jaringan Irigasi yang membawahi satu daerah persawahan yang luas menyebabkan pengelolaan air irigasi harus secara komunal, tidak flexibel sesuai keinginan satu/sedikit petani; (2) Adanya keyakinan: Jika satu saat hama menyerang, hama akan menyebar merata ke luasan sawah yang ada, tidak pada sawah satu/sedikit petani, sehingga risiko kegagalan panen per petani dapat diminimasi; dan (3) Tradisi kebersamaan yang masih melekat kuat pada masyarakat perdesaan. Hal ini yang menyebabkan waktu tanam dan panen yang harus dilakukan secara bersama.
Pada saat harga anjlok di bawah HPP petani, siapa yang paling berperan membantu petani? BULOG (Badan Urusan Logistik) akan turun tangan untuk melindungi para petani. Namun tetap saja ada spesifikasi, dimana BULOG tetap akan menolak kualitas gabah yang berwarna kuning, patah (lebih dari proporsi 6/10), menir (di atas proporsi 2/10) dan kadar air yang masih tinggi (lebih dari 14%). Lagi dan lagi banyak petani yang akhirnya susah mencari jalan keluarnya.
.... Benar-benar bukan berkah buat mereka...dan sawah lama-lama turun daya tawarnya sebagai gantungan dan harapan hidup bagi petani .....
# MASALAH BESAR DAPAT BERMULA DARI PUTUSNYA HUBUNGAN PETANI DAN SAWAH
Petani butuh sawah untuk dikelola menjadi pendapatan; Pengembangan sawah dalam ranah perencanaan wilayah membutuhkan keterlibatan petani di dalamnya; Desakan investasi untuk pembangunan industri dan perumahan semakin besar dengan lahan sawah sebagai targetnya, mengingat harganya yang lebih terjangkau.
Indikasi kenyataannya sekarang: Daya desak investasi ternyata lebih unggul dibandingkan upaya mempertahankan sawah yang lebih tidak ekonomis, sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian menjadi semakin besar; Urbanisasi penduduk desa terus terjadi karena sawah yang sudah tidak menjanjikan sebagai gantungan hidup; Area resapan air hujan yang semakin sempit akibat sawah yang semakin terkonversi dan menjadikan level air tanah semakin turun; dan peluang datangnya industri di daerah pertanian tidak dapat ditangkap dengan baik oleh penduduk sekitar sehubungan dengan tidak siapnya SDM dengan keterampilan dan kapabilitas yang dibutuhkan oleh industri.
Kabupaten Sidoarjo adalah contoh kasus yang dapat disampaikan. Kebutuhan beras penduduk Sidoarjo adalah sebesar 1,2 juta ton per tahun, namun dalam realisasinya kemampuan produksi pertanian Kabupaten Sidoarjo hanya 800 ribu ton per tahun. Artinya, swasembada beras tidak tercapai, padahal Kabupaten Sidoarjo dicanangkan sebagai lumbung padi untuk Kawasan Surabaya Metropolitan Area (SMA). Jelas ini sebuah masalah....
Masalah lain yang berpotensi muncul antara lain: pengangguran akibat ketidak siapan SDM; seringnya banjir akibat semakin berkurangnya luasan area resapan air hujan. Maka itu....saatnya Creating Something Right....
# CSR : CREATING SOMETHING RIGHT
Panen raya bisa jadi bukan masalah jika saja petani memiliki lahan untuk penjemuran gabah dan gudang untuk penyimpanan. Harga yang anjlok saat panen raya dapat diatasi dengan memainkan waktu kapan harus menjualnya. Di saat harga mulai naik sampai pada batas harga yang diharapkan, saatnya pula untuk menjualnya. Dengan demikian petani dapat terhindar dari kerugian.
Kasus salah satu kelompok tani di Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar adalah contoh yang dapat dengan baik melakukan hal ini. Semisal satu hektar sawah mampu menghailkan 7 ton gabah kering, di saat panen raya harga hanya Rp. 4.000/kg, dengan dijemur dan disimpan, setelah 2 bulan harga pasar menjadi Rp. 6.000/kg, lebih mahal karena pasokan gabah yang semakin berkurang di pasar. Artinya, setelah 2 bulan ada tambahan pendapatan penjualan sebesar Rp. (6.000 - 4.000)/kg x 7.000 kg = Rp. 14 juta atau tambahan pendapatan Rp. 7 juta per bulan.
Permasalahannya, tidak semua petani memiliki lahan yang cukup untuk penjemuran dan gudang untuk penyimpanan, sehingga mau tidak mau mereka harus menjualnya langsung paska panen.
CSR dapat berupa biaya pembangunan infrastruktur sosial seperti yang disebutkan di atas. Saatnya melalui Program CSR, petani dan sawah disentuh dengan menyediakan lahan penjemuran dan gudang penyimpanan tersebut. Manajemen dan kelembagaan untuk pengelolaannya dapat dibentuk dengan memberdayakan kelompok tani setempat.
Harapannya tetap... turunnya CSR ke sawah tidak lain untuk naiknya kesejahteraan petani... sehingga sawah semakin besar daya tawarnya sebagai gantungan dan harapan hidup petani...
No comments:
Post a Comment